Rabu, 16 November 2011

Capres 2014 dan Jangka Jayabaya

Jakarta - Ramalan intelijen adalah sebuah forecast yang dibuat berdasarkan fakta-fakta masa lalu (the past) yang dijadikan dasar atau disebut basic descriptive intelligence, dikaitkan dengan fakta-fakta masa kini (the present). Kemudian bisa dibuat sebuah ramalan untuk masa depan yang berbentuk sebuah perkiraan (the future). Keseluruhan informasi tersebut telah melalui sebuah prosedur penilaian atau analisa.

Beberapa waktu lalu, penulis bertemu dan berbincang dengan Ibu Megawati yang akrab dipanggil bu Mega di kediamannya Jl Tengku Umar. Pertemuan terjadi karena penulis diminta seorang teman yang mempunyai hubungan dekat dengan Ibu Megawati untuk bertemu dengan beliau. Setelah penulis menanyakan inti pertemuan, disampaikan terkait dengan artikel yang penulis buat pada 11 Juni 2011 dengan judul Capres terkuat 2014 ( http://ramalanintelijen.net/?p=1832 ), di mana menurut penulis Megawati masih berpeluang besar menjadi presiden pada 2014.

Ramalan disusun dengan dasar pemikiran intelijen pada artikel tersebut, di mana penulis melakukan penelitian sejak tahun 2004. Pada pilpres 2004 pasangan yang maju ke putaran kedua (20 September 2004) adalah pasangan Megawati-Hasyim Muzadi yang mendapat 39,38% suara, dikalahkan oleh pasangan SBY-JK yang mendapat dukungan 60,62%. Pada pilpres 2009, hasil dari pilpres langsung, Megawati yang berpasangan dengan Prabowo Subijanto mendapat dukungan 26,79%, dikalahkan oleh pasangan SBY-Boediono yang memperoleh 60,80%.

Dari fakta tersebut, yang terlihat jelas adalah Mega telah dua kali menjadi runner-up capres, sementara SBY menang dua kali. Nah yang sangat jelas terlihat pada partai final, kedua calon adalah 'patron' di mana Megawati telah mempunyai pemilih yang solid, sementara SBY mampu menarik konstituen manapun dengan kharismanya. Citra keduanya sebagai patron tidak mampu digoyahkan oleh calon yang masih tanggung ataupun dinilai masyarakat memiliki masalah.

Kemudian penulis membuat beberapa artikel yang berkait dengan pemilu legislatif dan presiden dengan judul: Mengintip Sri Mulyani Sebagai Capres 2014 http://ramalanintelijen.net/?p=2513, Jangan sepelekan Hary Tanoe-Surya Paloh http://ramalanintelijen.net/?p=4165, Megawati, Prabowo dan Aburizal Mulai Menguat http://ramalanintelijen.net/?p=4189, Kenapa Megawati Dilarang Nyapres? http://ramalanintelijen.net/?p=4235.

Penulis menyampaikan hasil pengamatan/penelitian tentang pemilu 2014, dengan dasar beberapa artikel di atas serta artikel-artikel politik lainnya. Pilpres menurut penulis hanya akan dimenangkan oleh mereka yang maju dan sudah menjadi patron, karena budaya paternalistik masih sangat kental disini. Siapa pun yang bukan patron akan sulit menang dalam persaingan yang semakin ketat.

Yang kedua, momentum di mana dengan keteguhan Bu Mega, PDIP menjadi partai bebas, tidak terkontaminasi secara organisasi dengan kasus-kasus korupsi. Yang ketiga, 'brand image' di mana capres harus sudah dikenal luas oleh konstituen. Mega sudah sangat terkenal baik sebagai putri proklamator Soekarno juga mantan presiden dan Ratu Banteng.

Nah, dari beberapa syarat tersebut, penulis menyampaikan bahwa Ibu Mega kini hanya satu-satunya patron dengan pemilih yang solid, dan dua kali menjadi juara kedua. Beberapa tokoh lainnya sedang berusaha keras agar diakui sebagai patron. Keteguhan Mega dalam jalur oposisi nanti akan menguntungkan PDIP, tidak seperti partai banci yang gayanya oposan tetapi mau menerima jabatan di pemerintah.

Keteguhan ini hanya dimiliki Megawati seorang, walau secara internal ada yang ingin menyeberang. Oleh karena itu pada kesimpulan perbincangan, penulis menyampaikan sebaiknya PDIP hanya mengajukan Mega sebagai capres, tidak mengajukan capres lainnya. Pandangan penulis sampaikan sebagai indie blogger yang terus mengikuti perkembangan politik.

Bagaimana kaitan dengan Ramalan Jayabaya? Ramalan dibuat oleh Prabu Jayabaya, Raja Kediri sekitar thn-1135 M dalam "Serat Jangka Jayabaya" yang mampu memprediksi kejadian-kejadian jauh melampaui zamannya. Disebut Jangka karena seperti alat jangka yang mampu menarik/ mengukur jarak secara tepat, maksudnya waktunya. Tidak hanya bersifat ramalan, tetapi akurasinya terukur.

Kamis, 10 November 2011

Tanggapan atas Jefri dan Sinung

Menanggapi Pernyataan Spiritulais Jefri dan Sinung tentang Satria Piningit


Jayabaya: Kemenangan Wali

Posmo edisi 648, tertanggal 26 Oktober 2011 pada rubrik Laporan Utama dilansir pendapat beberapa orang dari kalangan spiritualis dan peneliti naskah kuno tentang Jangka Jayabaya. Dari kalangan spiritualis adalah Jefri Samudra. Sedang dari kalangan peneliti naskah kuno adalah saudara Sinung Janutama.
Saudara Sinung bicara tentang cara menjelaskan kondisi saat ini sebagai zaman yang dimaksud dalam Jangka Jayabaya.
“Kita berada di zaman Kalabendhu (edan, pen.),” papar Sinung,”…semua yang terjadi selama dalam zaman Kalabendhu adalah sarana untuk melahirkan Joko Lodhang yang menjelma sebagai Satria Piningit.” Lebih jauh Sinung menyatakan bahwa satria piningit tidak bisa berbuat apa-apa jika rakyat tidak bergerak untuk melakukan perubahan. Ia akan masuk lagi ke alam gaib dan bahkan tidak pernah akan muncul lagi.

Jika Reformasi Dianggap Gagal, Siapa Penyelamat RI ?


Wahyu Keprabon

            Dalam Posmo edisi 646, 12 Oktober 2011 dilansir kabar tentang hilangnya wahyu kraton yang diemban Sultan Hangku Buwono (HB) X. Berikut rangkuman hasil wawancara Posmo dengan Spiritualis Adam Oemaro, SH, mantan Sekjen Petisi 50 di era Presiden Soeharto yang mulai dikenal sejak geger Reformasi 1998.
            Menurut Oemaro wahyu kraton sudah hilang. Alasannya, Babad Ki Ageng Giring menyatakan bahwa Raja Yogyakarta akan sampai Sultan HB IX. Wahyu kraton itu mungkin sudah kembali ke Pengging, ke tangan Putri Pembayun Handayaningrat. Dialah yang paling berhak meneruskan tahta Majapahit dari Prabu Brawijaya V (pamungkas). Saat ini perlu dicari siapa sesungguhnya yang patut ditempatkan sebagai Sinuwun Tanah Jawa. Penulis akan memberikan beberapa catatan tentang keturunan Prabu Brawijaya V yang layak ditempatkan sebagai Sinuwun Tanah Jawa.

Syarif Hidayatulloh Hadiwijoyodiningrat

            Sampai saat ini Nusantara tak lagi memiliki pusat pemerintahan. Oleh karena itu Nusantara harus membangun kraton baru sebagai penyangga budaya, pascaberakhirnya kekuasaan Mataram Baru dengan wafatnya Sultan HB IX dan Sunan PB XII. Untuk itu, Sinuwun Tanah Jawa nanti harus dicari dari garis keturunan Sultan Hadiwijoyo. Dialah yang harus dijadikan sebagai wali negara. Terkait dengan RUU Keistimewaan DIY, menurut Oemaro, 4 kraton yang ada perlu dipertahankan sebagai inspirasi membangun kembali peradaban Nusantara yang adil dan makmur. Keempat kraton tersebut adalah Kesultanan Yogyakarta, Puro Paku Alaman, Kasunanan Surakarta dan Puro Mangkunegaran. Tanda-tanda perubahan itu disinyalir melalui gejolak alam dan manusia pada 2012. Sebab, tahun itu sebagai perlambang surutnya Sultan HB IX dan Sunan PB XII. Tahun 2012 juga merupakan tanda-tanda akhir kekuasaan Satria Pambukaning Gapura (menurut berbagai penafsiran, dijabat SBY), masuk ke era baru Satria Pinandhita Sinisihan Wahyu.
Abah Syarif Hidayatulloh Hadiwijoyodiningrat, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda, Plosorejo, Gondang, Sragen, Jawa Tengah memiliki kapasitas untuk ditempatkan sebagai Sinuwun Tanah Jawa. Secara genealogis, selayaknya beliau layak ditempatkan sebagai wali negara. Tak hanya ditempatkan sebagai Wali Negari Yogyakarta, tapi beliau Wali Negari RI. Secara moral-spiritual, Abah Syarif sepantasnya ditempatkan sebagai Satria Pinandhita Sinisihan Wahyu, penyelamat umat dan bangsa Indonesia. Karakternya yang revolusioner tapi sopan, menandakan kemunculannya akan ditandai peristiwa yang agak revolusioner. Dua sisi penyelamatan yang akan dilakukan Abah Syarif. Yaitu, sisi mentalitas umat dan bangsa yang inlander menuju percaya diri. Dengan demikian, selamatlah negara ini dari kebangkrutan. Berkenaan dengan sinyal wahyu keprabon dan kapasitasnya sebagai pemimpin bangsa akan diceritakan salah seorang santrinya.
Tak hanya penuntun untuk kepuasan ruhani yang bersifat pribadi, tapi Sang Guru juga diharapkan menjadi pemimpin umat dan bangsa. Sebab, umat dan bangsa Indonesia sudah jenuh dengan kepemimpinan sekarang yang banyak dinodai berbagai parktik penyimpangan. Mereka membutuhkan kepemimpinan yang bersih dan berorientasi mencari ridha Tuhan.
“Ya Tuhan kami, bebaskan kami dari negeri yang penduduknya telah berbuat aniaya. Angkatlah untuk kami seorang pemimpin dan penolong dari sisi-Mu.” (An-Nisa’: 75).
Sajak tawassul mencari Allah dan Rasul-Nya lewat jalan Sang Guru, Sang Penyelamat.

GURU PENYELAMAT

Ada gugusan rindu membara
Adakah seteguk air yang telah engkau minumkan
Atau sebutir biji yang engkau tanam
Di dalam lubuk hati
Yang lama telah terlupakan
Dan gersang
Adakah setetes air hujan
Menjadikan kembali hidup dan bersemi

 Burung pipit tersenyum
Mengajak lari
Menyambut pagi
Aku bangun
Mencoba melangkah
Tapi kaki sudah kaku

Mentari bersinar cerah
Menembus sekat pintu
Kemudian terbuka
Tapi mata yang terlanjur rabun
Menjadi semakin buram

Kau datang guru Sang Penyelamat
Dalam mimpiku di siang hari
Sinarmu kuat
Menarik tanganku

Kau datang lagi Guru Sang Penyelamat
Dalam mimpiku di siang hari
Bersama pasukanmu
Meratakan jalan
Menyingkirkan rintangan

Aku yang telanjang
Tuli, bisu, buta
Melangkah lemah searah
Membaca isyarahmu

Adakah sinarmu,
Sinari aku?
Adakah kuatmu,
Kuati aku?
Aku bangun lagi
Semakin mendaki

Kau datang lagi Guru Sang Penyelamat
Saat aku rindui
Kini di depanku ada keretamu
Siap membawaku
Menuju maumu

(Digubah dari Ghozali, 2006: V).

Tulisan berikut adalah pengalaman dari seorang santri, yang menceritakan  proses pertemuannya dengan sosok seorang guru yang luar biasa dan boleh dikata tiada duanya. Isi artikel ini juga dapat mewakili banyaknya pertanyaan yang belum terjawab tentang “siapakah sebenarnya Abah Syarif Hidayatulloh Hadiwijoyodiningrat itu?” Artikel ini ditulis oleh Ibu Hj. Siti Afiah, M.Ag. (Bu Wiwik) dalam akun Facebook  dan  saat ini beliau sedang menjabat sebagai Kepala Sekolah MAN 1 Sragen. Selanjutnya silakan pembaca menikmati isi dari artikel yang sangat menarik berikut ini.

Selasa, 08 November 2011

Abah Syarif, Sang Penyelamat (2)


Abah Syarif, Sang Penyelamat (2)

M
ati sajroning urip termasuk puncak ajaran ma’rifat  yang standar dan ideal yang seharusnya menjiwai seorang pemimpin negara dan bangsa. Demikianlah ruh pemimpin yang ngamandhito. Hanya pemimpin yang berjiwa seperti itulah yang mampu memimpin gerakan tanpa “pertumpahan darah” alias damai.
Corak  kepemimpinannya amat zuhud dan sepi dari nafsu kepentingan dunia sehingga ia dicintai sebagian besar umat dan rakyat. Kecintaan rakyat adalah modal utama bagi kepemimpinannya, selain ia disegani karena kedigdayaan mu’jizat maupun karomahnya. Di sinilah letak sinisihan wahyu yang mengiringi kepemimpinannya. Ia akan mampu mengatasi masalah-masalah sosial-kemasyarakatan yang muncul akibat indoktrinasi ideologi rezim sebelumnya, seperti kapitalisme dan feodalisme.

Abah Syarif, Sang Penyelamat


Muqoddimah

A
ku berlindung kepada Alloh SWT dari godaan syetan yang terkutuk. Dengan nama Alloh SWT yang Maha Pemurah lagi Penyayang.
Telah nampak kerusakan di daratan dan lautan karena ulah tangan manusia.  Salah satu kerusakan tersebut adalah carut-marutnya kondisi sosial-kemasyarakatan di negeri kita dewasa ini.
Selaku pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda Gondang Sragen, Abah Syarif Hidayatulloh Hadiwijoyodiningrat berani bicara apa adanya tentang kondisi sosial-kemasyarakatan tersebut. Sosok kyai yang disegani para pejabat negara ini sudah kehilangan rasa takutnya kepada siapapun, kecuali kepada Alloh SWT.
Beliau mewakili wong cilik dalam menyampaikan aspirasinya. Figur kyai yang kondang “kesaktiannya” ini memiliki ilmu rasa, sehingga beliau mampu berempati terhadap penderitaan kaum lemah yang diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari. Kesaktiannya bukan karena bantuan jin, tapi malaikat. Dengan demikian selayaknya beliau disebut waliyullah lantaran karomahnya tersebut. Beliau siap berjuang untuk agama, negara dan bangsa tanpa basa-basi.
Kekayaannya yang melimpah didermakan untuk kaum lemah, yaitu orang-orang teraniaya dan fakir-miskin. Beliau dan keluarganya hanya secukupnya mengambil rezeki yang dilimpahkan Alloh SWT. Kapasitas ketokohannya sebagai pertanda bahwa beliau akan hadir jumeneng noto pascakepemimpinan yang keenam di Nusantara. Hal ini sesuai dengan jangka Jayabaya dan Ronggowarsito. Jayabaya adalah seorang raja Kediri yang arif-bijaksana yang memeluk Islam. Ronggowarsito adalah  pujangga Muslim pada abad ke-19 yang memiliki ketajaman batin.
Pemikiran Abah Syarif yang metafisis-agamis sekaligus matematis dalam urusan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara sepantasnya menjadi Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu di Nusantara.


Santrine