Jakarta - Ramalan intelijen adalah sebuah forecast yang dibuat berdasarkan fakta-fakta masa lalu (the past) yang dijadikan dasar atau disebut basic descriptive intelligence, dikaitkan dengan fakta-fakta masa kini (the present). Kemudian bisa dibuat sebuah ramalan untuk masa depan yang berbentuk sebuah perkiraan (the future). Keseluruhan informasi tersebut telah melalui sebuah prosedur penilaian atau analisa.
Beberapa waktu lalu, penulis bertemu dan berbincang dengan Ibu Megawati yang akrab dipanggil bu Mega di kediamannya Jl Tengku Umar. Pertemuan terjadi karena penulis diminta seorang teman yang mempunyai hubungan dekat dengan Ibu Megawati untuk bertemu dengan beliau. Setelah penulis menanyakan inti pertemuan, disampaikan terkait dengan artikel yang penulis buat pada 11 Juni 2011 dengan judul Capres terkuat 2014 ( http://ramalanintelijen.net/?p=1832 ), di mana menurut penulis Megawati masih berpeluang besar menjadi presiden pada 2014.
Ramalan disusun dengan dasar pemikiran intelijen pada artikel tersebut, di mana penulis melakukan penelitian sejak tahun 2004. Pada pilpres 2004 pasangan yang maju ke putaran kedua (20 September 2004) adalah pasangan Megawati-Hasyim Muzadi yang mendapat 39,38% suara, dikalahkan oleh pasangan SBY-JK yang mendapat dukungan 60,62%. Pada pilpres 2009, hasil dari pilpres langsung, Megawati yang berpasangan dengan Prabowo Subijanto mendapat dukungan 26,79%, dikalahkan oleh pasangan SBY-Boediono yang memperoleh 60,80%.
Dari fakta tersebut, yang terlihat jelas adalah Mega telah dua kali menjadi runner-up capres, sementara SBY menang dua kali. Nah yang sangat jelas terlihat pada partai final, kedua calon adalah 'patron' di mana Megawati telah mempunyai pemilih yang solid, sementara SBY mampu menarik konstituen manapun dengan kharismanya. Citra keduanya sebagai patron tidak mampu digoyahkan oleh calon yang masih tanggung ataupun dinilai masyarakat memiliki masalah.
Kemudian penulis membuat beberapa artikel yang berkait dengan pemilu legislatif dan presiden dengan judul: Mengintip Sri Mulyani Sebagai Capres 2014 http://ramalanintelijen.net/?p=2513, Jangan sepelekan Hary Tanoe-Surya Paloh http://ramalanintelijen.net/?p=4165, Megawati, Prabowo dan Aburizal Mulai Menguat http://ramalanintelijen.net/?p=4189, Kenapa Megawati Dilarang Nyapres? http://ramalanintelijen.net/?p=4235.
Penulis menyampaikan hasil pengamatan/penelitian tentang pemilu 2014, dengan dasar beberapa artikel di atas serta artikel-artikel politik lainnya. Pilpres menurut penulis hanya akan dimenangkan oleh mereka yang maju dan sudah menjadi patron, karena budaya paternalistik masih sangat kental disini. Siapa pun yang bukan patron akan sulit menang dalam persaingan yang semakin ketat.
Yang kedua, momentum di mana dengan keteguhan Bu Mega, PDIP menjadi partai bebas, tidak terkontaminasi secara organisasi dengan kasus-kasus korupsi. Yang ketiga, 'brand image' di mana capres harus sudah dikenal luas oleh konstituen. Mega sudah sangat terkenal baik sebagai putri proklamator Soekarno juga mantan presiden dan Ratu Banteng.
Nah, dari beberapa syarat tersebut, penulis menyampaikan bahwa Ibu Mega kini hanya satu-satunya patron dengan pemilih yang solid, dan dua kali menjadi juara kedua. Beberapa tokoh lainnya sedang berusaha keras agar diakui sebagai patron. Keteguhan Mega dalam jalur oposisi nanti akan menguntungkan PDIP, tidak seperti partai banci yang gayanya oposan tetapi mau menerima jabatan di pemerintah.
Keteguhan ini hanya dimiliki Megawati seorang, walau secara internal ada yang ingin menyeberang. Oleh karena itu pada kesimpulan perbincangan, penulis menyampaikan sebaiknya PDIP hanya mengajukan Mega sebagai capres, tidak mengajukan capres lainnya. Pandangan penulis sampaikan sebagai indie blogger yang terus mengikuti perkembangan politik.
Bagaimana kaitan dengan Ramalan Jayabaya? Ramalan dibuat oleh Prabu Jayabaya, Raja Kediri sekitar thn-1135 M dalam "Serat Jangka Jayabaya" yang mampu memprediksi kejadian-kejadian jauh melampaui zamannya. Disebut Jangka karena seperti alat jangka yang mampu menarik/ mengukur jarak secara tepat, maksudnya waktunya. Tidak hanya bersifat ramalan, tetapi akurasinya terukur.
Rabu, 16 November 2011
Kamis, 10 November 2011
Tanggapan atas Jefri dan Sinung
Menanggapi Pernyataan Spiritulais Jefri dan Sinung tentang Satria Piningit
Jayabaya: Kemenangan Wali
Posmo
edisi 648, tertanggal 26 Oktober 2011 pada rubrik Laporan Utama dilansir
pendapat beberapa orang dari kalangan spiritualis dan peneliti naskah kuno
tentang Jangka Jayabaya. Dari kalangan spiritualis adalah Jefri Samudra. Sedang
dari kalangan peneliti naskah kuno adalah saudara Sinung Janutama.
Saudara Sinung
bicara tentang cara menjelaskan kondisi saat ini sebagai zaman yang dimaksud
dalam Jangka Jayabaya.
“Kita berada
di zaman Kalabendhu (edan, pen.),” papar Sinung,”…semua yang terjadi selama
dalam zaman Kalabendhu adalah sarana untuk melahirkan Joko Lodhang yang
menjelma sebagai Satria Piningit.” Lebih jauh Sinung menyatakan bahwa satria
piningit tidak bisa berbuat apa-apa jika rakyat tidak bergerak untuk melakukan
perubahan. Ia akan masuk lagi ke alam gaib dan bahkan tidak pernah akan muncul
lagi.
Jika Reformasi Dianggap Gagal, Siapa Penyelamat RI ?
Wahyu Keprabon
Dalam Posmo edisi 646,
12 Oktober 2011 dilansir kabar tentang hilangnya wahyu kraton yang diemban
Sultan Hangku Buwono (HB) X. Berikut rangkuman hasil wawancara Posmo dengan
Spiritualis Adam Oemaro, SH, mantan Sekjen Petisi 50 di era Presiden Soeharto
yang mulai dikenal sejak geger Reformasi 1998.
Menurut Oemaro wahyu
kraton sudah hilang. Alasannya, Babad Ki Ageng Giring menyatakan bahwa Raja
Yogyakarta akan sampai Sultan HB IX. Wahyu kraton itu mungkin sudah kembali ke
Pengging, ke tangan Putri Pembayun Handayaningrat. Dialah yang paling berhak
meneruskan tahta Majapahit dari Prabu Brawijaya V (pamungkas). Saat ini perlu
dicari siapa sesungguhnya yang patut ditempatkan sebagai Sinuwun Tanah Jawa. Penulis
akan memberikan beberapa catatan tentang keturunan Prabu Brawijaya V yang layak
ditempatkan sebagai Sinuwun Tanah Jawa.
Syarif Hidayatulloh Hadiwijoyodiningrat
Sampai saat ini
Nusantara tak lagi memiliki pusat pemerintahan. Oleh karena itu Nusantara harus
membangun kraton baru sebagai penyangga budaya, pascaberakhirnya kekuasaan
Mataram Baru dengan wafatnya Sultan HB IX dan Sunan PB XII. Untuk itu, Sinuwun
Tanah Jawa nanti harus dicari dari garis keturunan Sultan Hadiwijoyo. Dialah
yang harus dijadikan sebagai wali negara. Terkait dengan RUU Keistimewaan DIY,
menurut Oemaro, 4 kraton yang ada perlu dipertahankan sebagai inspirasi
membangun kembali peradaban Nusantara yang adil dan makmur. Keempat kraton
tersebut adalah Kesultanan Yogyakarta, Puro Paku Alaman, Kasunanan Surakarta
dan Puro Mangkunegaran. Tanda-tanda perubahan itu disinyalir melalui gejolak
alam dan manusia pada 2012. Sebab, tahun itu sebagai perlambang surutnya Sultan
HB IX dan Sunan PB XII. Tahun 2012 juga merupakan tanda-tanda akhir kekuasaan
Satria Pambukaning Gapura (menurut berbagai penafsiran, dijabat SBY), masuk ke
era baru Satria Pinandhita Sinisihan Wahyu.
Abah Syarif Hidayatulloh Hadiwijoyodiningrat,
pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda, Plosorejo, Gondang, Sragen, Jawa Tengah
memiliki kapasitas untuk ditempatkan sebagai Sinuwun Tanah Jawa. Secara
genealogis, selayaknya beliau layak ditempatkan sebagai wali negara. Tak hanya
ditempatkan sebagai Wali Negari Yogyakarta, tapi beliau Wali Negari RI .
Secara moral-spiritual, Abah Syarif sepantasnya ditempatkan sebagai Satria
Pinandhita Sinisihan Wahyu, penyelamat umat dan bangsa Indonesia . Karakternya yang
revolusioner tapi sopan, menandakan kemunculannya akan ditandai peristiwa yang
agak revolusioner. Dua sisi penyelamatan yang akan dilakukan Abah Syarif.
Yaitu, sisi mentalitas umat dan bangsa yang inlander menuju percaya
diri. Dengan demikian, selamatlah negara ini dari kebangkrutan. Berkenaan
dengan sinyal wahyu keprabon dan kapasitasnya sebagai pemimpin bangsa akan diceritakan
salah seorang santrinya.
Tak hanya penuntun untuk kepuasan ruhani yang
bersifat pribadi, tapi Sang Guru juga diharapkan menjadi pemimpin umat dan
bangsa. Sebab, umat dan bangsa Indonesia
sudah jenuh dengan kepemimpinan sekarang yang banyak dinodai berbagai parktik
penyimpangan. Mereka membutuhkan kepemimpinan yang bersih dan berorientasi
mencari ridha Tuhan.
“Ya Tuhan kami, bebaskan kami dari negeri yang
penduduknya telah berbuat aniaya. Angkatlah untuk kami seorang pemimpin dan
penolong dari sisi-Mu.” (An-Nisa’: 75).
Sajak tawassul mencari Allah dan Rasul-Nya
lewat jalan Sang Guru, Sang Penyelamat.
GURU PENYELAMAT
Adakah seteguk air yang telah engkau minumkan
Atau sebutir biji yang engkau tanam
Di dalam lubuk hati
Yang lama telah terlupakan
Dan gersang
Adakah setetes air hujan
Menjadikan kembali hidup dan bersemi
Burung
pipit tersenyum
Mengajak lari
Menyambut pagi
Aku bangun
Mencoba melangkah
Tapi kaki sudah kaku
Mentari bersinar cerah
Menembus sekat pintu
Kemudian terbuka
Tapi mata yang terlanjur rabun
Menjadi semakin buram
Kau datang guru Sang Penyelamat
Dalam mimpiku di siang hari
Sinarmu kuat
Menarik tanganku
Kau datang lagi Guru Sang Penyelamat
Dalam mimpiku di siang hari
Bersama pasukanmu
Meratakan jalan
Menyingkirkan rintangan
Aku yang telanjang
Tuli, bisu, buta
Melangkah lemah searah
Membaca isyarahmu
Adakah sinarmu,
Sinari aku?
Adakah kuatmu,
Kuati aku?
Aku bangun lagi
Semakin mendaki
Kau datang lagi Guru Sang Penyelamat
Saat aku rindui
Kini di depanku ada keretamu
Siap membawaku
Menuju maumu
(Digubah dari Ghozali, 2006: V).
Tulisan berikut
adalah pengalaman dari seorang santri, yang menceritakan proses pertemuannya dengan sosok seorang guru
yang luar biasa dan boleh dikata tiada duanya. Isi artikel ini juga dapat
mewakili banyaknya pertanyaan yang belum terjawab tentang “siapakah sebenarnya
Abah Syarif Hidayatulloh Hadiwijoyodiningrat itu?” Artikel ini ditulis oleh Ibu
Hj. Siti Afiah, M.Ag. (Bu Wiwik) dalam akun Facebook dan saat ini beliau sedang menjabat
sebagai Kepala Sekolah MAN 1 Sragen. Selanjutnya silakan pembaca menikmati isi
dari artikel yang sangat menarik berikut ini.
Selasa, 08 November 2011
Abah Syarif, Sang Penyelamat (2)
Abah Syarif, Sang
Penyelamat (2)
M
|
ati sajroning urip
termasuk puncak ajaran ma’rifat yang
standar dan ideal yang seharusnya menjiwai seorang pemimpin negara dan bangsa.
Demikianlah ruh pemimpin yang ngamandhito. Hanya pemimpin yang berjiwa
seperti itulah yang mampu memimpin gerakan tanpa “pertumpahan darah” alias
damai.
Corak
kepemimpinannya amat zuhud dan sepi dari nafsu kepentingan dunia
sehingga ia dicintai sebagian besar umat dan rakyat. Kecintaan rakyat adalah modal utama bagi kepemimpinannya,
selain ia disegani karena kedigdayaan mu’jizat maupun karomahnya. Di sinilah
letak sinisihan wahyu yang mengiringi kepemimpinannya. Ia akan mampu mengatasi masalah-masalah sosial-kemasyarakatan
yang muncul akibat indoktrinasi ideologi rezim sebelumnya, seperti
kapitalisme dan feodalisme.
Abah Syarif, Sang Penyelamat
Muqoddimah
A
|
ku berlindung
kepada Alloh SWT dari godaan syetan yang terkutuk. Dengan nama Alloh SWT yang
Maha Pemurah lagi Penyayang.
Telah nampak kerusakan di daratan dan lautan karena ulah tangan manusia. Salah satu kerusakan tersebut adalah
carut-marutnya kondisi sosial-kemasyarakatan di negeri kita dewasa ini.
Selaku pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda Gondang Sragen, Abah Syarif
Hidayatulloh Hadiwijoyodiningrat berani bicara apa adanya tentang kondisi
sosial-kemasyarakatan tersebut. Sosok kyai yang disegani para pejabat negara
ini sudah kehilangan rasa takutnya kepada siapapun, kecuali kepada Alloh SWT.
Beliau mewakili wong cilik
dalam menyampaikan aspirasinya. Figur kyai yang kondang “kesaktiannya”
ini memiliki ilmu rasa, sehingga beliau mampu berempati terhadap penderitaan
kaum lemah yang diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari. Kesaktiannya bukan
karena bantuan jin, tapi malaikat. Dengan demikian selayaknya beliau disebut
waliyullah lantaran karomahnya tersebut. Beliau siap berjuang untuk agama, negara
dan bangsa tanpa basa-basi.
Kekayaannya yang melimpah didermakan untuk kaum lemah, yaitu orang-orang
teraniaya dan fakir-miskin. Beliau dan keluarganya
hanya secukupnya mengambil rezeki yang dilimpahkan Alloh SWT. Kapasitas
ketokohannya sebagai pertanda bahwa beliau
akan hadir jumeneng noto pascakepemimpinan yang keenam di
Nusantara. Hal ini sesuai dengan jangka Jayabaya
dan Ronggowarsito. Jayabaya adalah seorang raja Kediri yang arif-bijaksana yang memeluk
Islam. Ronggowarsito adalah pujangga Muslim
pada abad ke-19 yang memiliki ketajaman batin.
Pemikiran Abah Syarif yang metafisis-agamis sekaligus matematis dalam
urusan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara sepantasnya menjadi Satrio
Pinandhito Sinisihan Wahyu di Nusantara.
Santrine
Langganan:
Postingan (Atom)